Tampilkan postingan dengan label Education. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Education. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

Ini Dia Terobosan Baru Aturan Beban Kerja Guru 2025!

Halo para pendidik hebat dan pembaca setia blog dunia pendidikan! Ada kabar super penting nih yang wajib kita bedah bersama. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru. Regulasi ini siap mengubah cara kita memandang beban kerja guru, terutama terkait tunjangan profesi!

Selama ini, banyak guru bersertifikasi sering pusing tujuh keliling memikirkan bagaimana cara memenuhi 24 jam tatap muka demi tunjangan. Nah, Permendikdasmen terbaru ini membawa angin segar! Mari kita intip poin-poin kuncinya.

Total Beban Kerja Guru: 37 Jam 30 Menit Seminggu!

Aturan baru ini menetapkan bahwa beban kerja guru adalah 37 jam 30 menit per minggu, di luar waktu istirahat. Ini adalah standar total waktu yang diharapkan dialokasikan guru untuk seluruh tugas keprofesiannya. Jadi, bukan cuma jam mengajar di kelas, lho!


5 Pilar Tugas Guru yang Diakui

Permendikdasmen No. 11 Tahun 2025 membagi beban kerja guru ke dalam lima kegiatan pokok yang komprehensif:

  1. Merencanakan pembelajaran atau pembimbingan: Mulai dari menyusun RPP hingga program semester.

  2. Melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan: Ini termasuk kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Bagi guru BK, ini berarti pendampingan yang mendukung kemandirian murid.

  3. Menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan: Proses evaluasi untuk mengukur perkembangan murid.

  4. Membimbing dan melatih murid: Melalui kokurikuler, ekstrakurikuler, dan yang paling seru, termasuk tugas sebagai guru wali kelas!

  5. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada kegiatan pokok: Nah, ini dia bintang utamanya!


Tugas Tambahan Setara Jam Mengajar? Bisa Banget!

Ini adalah poin terpenting yang jadi jawaban banyak keresahan guru! Kini, berbagai tugas tambahan yang selama ini "tak terlihat" kontribusinya dalam hitungan jam mengajar, secara resmi diakui dan punya ekivalensi jam tatap muka. Artinya, tugas-tugas ini bisa membantu guru memenuhi beban kerja minimal, bahkan untuk tunjangan profesi!

Beberapa contoh tugas tambahan yang diakui dengan ekivalensi jam tatap muka:

  • Guru Wali Kelas: Diakui setara 2 jam tatap muka per minggu. Senang, kan?

  • Wakil Kepala Sekolah, Kepala Perpustakaan, Kepala Laboratorium: Ini dihitung setara 12 jam tatap muka per minggu. Lumayan banget!

  • Pembina OSIS, Pembina Ekstrakurikuler, Koordinator Pengembangan Kompetensi: Setara 2 jam tatap muka per minggu.

  • Guru Piket: Diakui setara 1 jam tatap muka per minggu.

  • Koordinator pembelajaran berbasis projek: Setara 2 jam tatap muka untuk setiap rombongan belajar.

  • Anggota Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan: Diakui 1 jam tatap muka.

Ini adalah kabar baik bagi guru yang selama ini sibuk dengan tugas-tugas di luar kelas namun jam mengajarnya belum mencapai target. Beban kerja guru bimbingan dan konseling juga diatur, yaitu wajib membimbing minimal 5 rombongan belajar per tahun.


Minimal Jam Tatap Muka Tetap Ada, Tapi Fleksibel

Peraturan ini memang masih menegaskan minimal 24 jam tatap muka per minggu. Namun, ada pengecualian yang lebih fleksibel untuk beberapa kondisi, seperti:

  • Guru yang memang tidak bisa memenuhi 24 jam tatap muka karena struktur kurikulum.

  • Jumlah guru sudah sesuai kebutuhan sekolah, meskipun ada guru yang jam mengajarnya di bawah 24 jam.

  • Guru pendidikan khusus.

  • Guru di satuan pendidikan layanan khusus atau Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN).


Apa Artinya Ini Bagi Guru?

Permendikdasmen No. 11 Tahun 2025 ini adalah langkah maju yang luar biasa. Tujuannya jelas: memberikan kepastian hukum, mengakomodasi peran multidimensional guru, dan yang terpenting, memastikan tunjangan profesi guru tidak lagi terhambat hanya karena masalah jam mengajar di kelas!

Peraturan ini menggantikan regulasi sebelumnya (Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018) dan diharapkan akan mendorong profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Kini, kontribusi guru dalam berbagai lini sekolah diakui secara adil.

Bagaimana pendapat Anda tentang aturan baru ini? Yuk, bagikan komentar Anda di bawah!


Referensi:

Selasa, 08 Juli 2025

MPLS 2025: Bye Bye Perpeloncoan, Halo MPLS Ramah!

Halo para pembaca setia blog dunia pendidikan! Ada kabar gembira dan penting nih dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Jelang tahun ajaran baru 2025/2026, sebuah angin segar bertiup kencang, membawa semangat perubahan untuk kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Satuan Pendidikan (MPLS). Ya, kita akan menyambut MPLS Ramah!

Melalui Surat Edaran Mendikdasmen Nomor 10 Tahun 2025, yang baru saja diterbitkan pada 4 Juli 2025, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menciptakan MPLS yang benar-benar mendidik, aman, dan menyenangkan bagi anak-anak kita. Ini saatnya mengucapkan selamat tinggal pada praktik perpeloncoan dan kekerasan!

Mari kita bedah bersama poin-poin penting dari Surat Edaran ini:

Apa Itu MPLS Ramah?

Secara sederhana, MPLS Ramah adalah masa pengenalan lingkungan sekolah yang berlandaskan pada prinsip ramah anak. Tujuannya jelas: membantu peserta didik baru untuk beradaptasi, mengenal lingkungan sekolah, berinteraksi dengan teman dan guru, serta menumbuhkan karakter positif. Fokusnya adalah kegiatan yang edukatif dan konstruktif, bukan hal-hal yang merugikan.

SE Mendikdasmen No.10 Tahun 2025 Tentang MPLS Pendidikan Ramah
SE Mendikdasmen No.10 Tahun 2025 Tentang MPLS Pendidikan Ramah

Durasi Pelaksanaan yang Lebih Maksimal

Tahun ini, durasi pelaksanaan MPLS Ramah diperpanjang menjadi 5 hari penuh selama jam sekolah formal. Ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya 3 hari. Penambahan waktu ini diharapkan memberi kesempatan lebih luas bagi siswa untuk benar-benar mengenal lingkungan baru mereka tanpa terburu-buru.

Larangan Tegas Perpeloncoan dan Kekerasan

Ini dia bagian yang paling ditunggu-tunggu! Surat Edaran ini secara gamblang melarang segala bentuk praktik yang merugikan siswa, seperti:

  • Tugas yang tidak masuk akal: Tidak ada lagi tugas aneh-aneh yang tidak relevan dengan pendidikan.

  • Kekerasan dan bullying: Segala bentuk kekerasan fisik maupun verbal, termasuk bullying dan diskriminasi, dilarang keras.

  • Atribut tidak wajar: Peserta didik tidak boleh lagi dipaksa mengenakan atribut yang tidak semestinya atau memalukan.

  • Pungutan biaya: Sekolah dilarang keras memungut biaya apapun dari orang tua/wali untuk pelaksanaan MPLS.

Ini adalah langkah maju yang sangat signifikan untuk memastikan MPLS menjadi pengalaman positif, bukan pengalaman traumatis.

Peran Penting Semua Pihak

Keberhasilan MPLS Ramah bukan hanya tanggung jawab sekolah, tapi kolaborasi semua pihak:

  • Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan terus mengawasi dan menegakkan aturan ini.

  • Dinas Pendidikan di daerah bertugas membina sekolah-sekolah agar patuh pada pedoman.

  • Sekolah wajib membentuk panitia MPLS Ramah dan menyampaikan informasi transparan kepada orang tua.

  • Orang Tua/Wali diharapkan mengisi formulir identitas anak, memantau perkembangan, dan menjalin komunikasi baik dengan sekolah.

Ayo Laporkan Jika Ada Pelanggaran!

Pemerintah juga menyediakan jalur pengaduan bagi masyarakat yang menemukan pelanggaran dalam pelaksanaan MPLS Ramah. Anda bisa melaporkannya melalui ULT Kemendikdasmen di 177 atau melalui kemendikdasmen.lapor.go.id. Jadi, mari kita kawal bersama kebijakan ini demi masa depan pendidikan anak-anak kita!

Webinar Terkait




Surat Edaran ini adalah bukti nyata komitmen pemerintah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan suportif sejak hari pertama. Dengan MPLS Ramah, diharapkan anak-anak kita bisa memulai perjalanan pendidikan mereka dengan senyum, semangat, dan rasa percaya diri. 

Bagaimana pendapat Anda tentang MPLS Ramah ini? Bagikan di kolom komentar ya!

Minggu, 01 Juni 2025

Hardiknas 2025: Kejar Aksi untuk Indonesia Emas, Bukan Indonesia Cemas!

Jakarta, 15 Mei 2025. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025! Momen Hardiknas setiap tahunnya mengajak kita merenung: sudah sejauh mana kita melangkah, dan ke mana arah pendidikan Indonesia akan kita bawa? Pertanyaan ini menjadi semakin krusial di tengah upaya kita menyongsong Indonesia Emas 2045. Apakah pendidikan kita saat ini sedang menuju ke sana, atau justru berisiko membawa kita pada "Indonesia Cemas"?

Pertanyaan provokatif namun esensial ini diangkat oleh Putera Sampoerna Foundation (PSF) melalui inisiatif Kejar Aksi (Kreatif Mengajar, Akselerasi dan Inovasi). Tema ini menjadi pengingat bahwa transformasi pendidikan membutuhkan tindakan nyata, kreatif, dan akseleratif dari semua pihak.

Kejar Aksi: Menjawab Tantangan Pendidikan Menuju Indonesia Emas 2045

Inisiatif "Kejar Aksi" dari Putera Sampoerna Foundation dirancang untuk menginspirasi para pendidik, kepala sekolah, dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya agar menjadi agen perubahan. Tujuannya jelas: mewujudkan pendidikan berkualitas dan merata sebagai fondasi kokoh Indonesia Emas 2045. Tanpa akselerasi dan inovasi dalam pendidikan, kita berisiko terjebak dalam middle-income trap dan gagal memanfaatkan bonus demografi.

PSF tidak berjalan sendiri. Sinergi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pakar pendidikan, serta praktisi di lapangan, menjadi kunci. Melalui "Kejar Aksi", PSF mendorong lahirnya berbagai praktik baik dan inovasi pembelajaran yang berfokus pada pengembangan kompetensi masa depan: berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif (4C), serta literasi digital dan penguatan karakter.

Beberapa program unggulan PSF yang mendukung semangat "Kejar Aksi" antara lain:

  • School Development Outreach (SDO): Program yang berfokus pada peningkatan kualitas guru, kepemimpinan sekolah, dan budaya belajar.

  • Lighthouse School Program (LSP): Program pendampingan komprehensif untuk peningkatan mutu sekolah secara menyeluruh.

  • Program Kemitraan: Kolaborasi strategis dengan pemerintah daerah dan sektor swasta untuk memperluas dampak positif.

  • Guru Binar: Platform digital yang menyediakan pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan bagi para guru di seluruh Indonesia.

Hingga kini, program SDO saja telah berhasil menjangkau lebih dari 70.000 guru, 4.000 kepala sekolah, dan memberikan dampak kepada 1,2 juta siswa di 33 provinsi. Ini adalah bukti nyata "Aksi" yang membawa perubahan.

Kolaborasi Pegadaian dan PSF: Wujud Nyata "Aksi" untuk Transformasi Berkelanjutan

Salah satu contoh konkret bagaimana semangat "Kejar Aksi" dapat diwujudkan dalam kolaborasi nyata adalah melalui program "Transformasi Sekolah Pegadaian". Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dari PT Pegadaian ini, yang bermitra strategis dengan Putera Sampoerna Foundation melalui SDO, telah menunjukkan hasil gemilang.

Program ini berhasil meraih penghargaan sebagai "Program Paling Berkelanjutan" dalam rangkaian peringatan Hari Pendidikan Nasional. Fokusnya pada peningkatan kompetensi guru, kepemimpinan sekolah, dan budaya belajar di sekolah-sekolah binaan seperti SDN Kemasan 1 & 2 Klaten serta SDN Jonggrangan Klaten, telah membawa dampak positif. Peningkatan mutu pengajaran, hasil belajar siswa yang lebih baik, dan penguatan literasi digital menjadi buah manis dari kolaborasi ini.

Keberhasilan ini sejalan dengan komitmen Pegadaian terhadap implementasi Environment, Social, and Governance (ESG) dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin keempat yaitu Pendidikan Berkualitas. Ini adalah contoh bagaimana "Aksi" yang kreatif dan inovatif dalam mengajar dan memimpin dapat mengakselerasi perubahan.

Pendidikan Menyeluruh: Kunci Menuju Indonesia Emas

Peringatan Hardiknas tahun ini, dengan gaung "Kejar Aksi", kembali mengingatkan kita bahwa transformasi pendidikan harus bersifat menyeluruh. Seperti yang kerap digaungkan, tema besar "Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar" memerlukan partisipasi aktif dari seluruh elemen bangsa.

Putera Sampoerna Foundation, melalui berbagai inisiatifnya termasuk "Kejar Aksi", mengajak kita semua untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi menjadi pelaku aktif dalam transformasi ini. Dengan berfokus pada peningkatan kualitas pendidik, pengembangan kurikulum yang relevan, dan penciptaan ekosistem belajar yang inovatif, kita dapat memastikan bahwa pendidikan Indonesia benar-benar mengantarkan kita menuju Indonesia Emas 2045, bukan sebaliknya.

Jadi, di Hari Pendidikan Nasional 2025 ini, mari kita jawab tantangan "Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?" dengan "Kejar Aksi" nyata di bidang kita masing-masing. Karena masa depan bangsa ada di tangan generasi yang terdidik dengan baik hari ini.

Referensi:

Jumat, 02 Mei 2025

Alarm Merah di Dunia Maya: Ketika Layar Sentuh Mengancam Masa Depan Anak Indonesia


Sahabat pembaca yang peduli pendidikan, mari sejenak kita arahkan perhatian pada sebuah fenomena yang mungkin luput dari kesadaran kita sehari-hari, namun dampaknya sungguh mengkhawatirkan: kondisi anak-anak Indonesia di ruang digital. Anggap saja ini adalah sinyal darurat yang berbunyi kencang di tengah riuhnya notifikasi media sosial kita.

Coba bayangkan, delapan dari sepuluh anak usia sekolah di Indonesia kini sudah akrab dengan internet. Bukan hanya sekadar kenal, lho, tapi mereka menghabiskan rata-rata lebih dari 7 jam sehari di dunia maya! Memang, internet membuka jendela ilmu dan kesempatan yang tak terbatas. Namun, di balik gemerlap layarnya, tersimpan berbagai ancaman serius yang siap mengintai.

Anak-anak kita, dengan kepolosan dan rasa ingin tahu yang besar, sayangnya belum memiliki radar yang cukup kuat untuk membedakan mana konten yang bermanfaat dan mana yang justru berbahaya. Mereka bagai nahkoda muda yang mengarungi lautan informasi tanpa peta yang memadai.

Dan inilah mengapa kita perlu benar-benar waspada. Statistik yang akan saya beberkan ini mungkin akan membuat kita terhenyak:

  • 80.000 anak di bawah usia 10 tahun dilaporkan telah terpapar bahaya judi online. Bayangkan, di usia yang seharusnya diisi dengan bermain dan belajar, mereka justru berhadapan dengan jerat adiksi yang merusak.
  • Lebih mencengangkan lagi, Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia dalam kasus konten pornografi anak. Sebuah fakta yang sungguh memilukan dan mencoreng martabat bangsa.
  • Sebanyak 2% anak usia 12–17 tahun pernah menjadi korban eksploitasi seksual daring. Ini bukan sekadar angka, melainkan trauma mendalam yang bisa menghantui masa depan mereka.
  • Hampir separuh (48%) anak-anak yang aktif di dunia digital pernah merasakan pahitnya perundungan siber. Kata-kata tajam di layar bisa melukai hati se dalam luka fisik.
  • Dan yang tak kalah mengkhawatirkan, 82% anak Indonesia dengan polosnya membagikan data pribadi mereka tanpa pengawasan orang tua. Mereka belum sepenuhnya memahami risiko kebocoran informasi yang bisa berakibat fatal.

Data-data di atas jelas menunjukkan satu hal: anak-anak kita adalah kelompok yang sangat rentan di ruang digital. Mereka membutuhkan perlindungan dan pendampingan dari kita, orang dewasa di sekitar mereka. Ini bukan hanya tanggung jawab orang tua, tapi juga kita semua sebagai bagian dari masyarakat yang peduli pada masa depan generasi penerus bangsa.

Sumber:

Factsheet-Pelindungan-Anak-di-Ruang-Digital-dalam-Penyelenggaraan-Sistem-Elektronik

Popular Posts